Sastra Tradisional
Sastra tradisional berasal dari ceita
yang telah mentradisi, tidak diketahui kapan mulainya dan siapa penciptanya,
dan dikisahkan secara turun-temurun secara lisan. Beberapa jenis sastra
tradisional adalah fabel, dongeng rakyat, mitos, legenda, dan epos. Dalam
pembahasan kali ini akan lebih mengupas tentang dongeng rakyat dan epos.
- Dongeng rakyat
Dongeng rakyat
merupakan salah satu bentuk dari cerita tradisional. Biasanya dongeng
diceritakan oleh orang tua kepada anaknya secara lisan dan turun-temurun.
Dongeng bermaksud menyampaikan pesan khusus bagi pembaca terutama anak-anak,
memiliki konflik kepentingan antara baik dan buruk, dan karakteristiknya adalah
yang baik pasti akhirnya menang. Tokoh-tokoh yang dihadirkan dapat sesama
manusia, ditambah tokoh semacam makhluk halus, binatang, yang tentu saja
memiliki karakter yang jelas sekurang-kurangnya baik atau jahat. Karakteristik
lainnya adalah alurnya progresif atau maju dan selalu memiliki penyelesaian
yang membahagiakan atau happy ending. Dongeng tidak hanya dimiliki Indonesia
apalagi Jawa. Banyak sekali dongeng-dongeng dari berbagai daerah di Indonesia
dan di balahan dunia lain. Berikut adalah contoh dongeng rakyat.
Joko Kendil
Jaka
Kendhil adalah putra raja Asmawikana dari Kerajaan Ngambar Arum, Jawa Tengah,
Indonesia, yang lahir dalam keadaan cacat, yaitu kepalanya berbentuk kendhil.
Kedhil dalam bahasa Jawa berarti panci atau periuk. Menurut cerita, Jaka Kendhil
mengalami cacat akibat disihir oleh seorang dukun sejak ia masih dalam rahim
ibundanya. Meski keadaannya demikian, Jaka Kendhil berhasil menikah dengan
seorang putri raja yang cantik nan rupawan. Mengapa dukun itu menyihir Jaka
Kendhil sehingga menjadi cacat? Lalu, bagaimana Jaka Kendhil berhasil menikahi
putri raja yang cantik? Ikuti kisah selengkapnya dalam cerita Jaka Kendhil
berikut ini!
Alkisah,
di daerah Jawa Tengah, Indonesia, hiduplah seorang raja bernama Asmawikana yang
bertahta di Kerajaan Ngambar Arum. Raja Asmawikana mempunyai seorang permaisuri
bernama Prameswari dan seorang selir bernama Dewi Dursilawati. Namun ia belum
mempunyai seorang putra mahkota yang kelak akan meneruskan tahta kerajaan. Hal
ini membuat hati sang Raja menjadi sedih. Setiap hari ia selalu duduk termenung
di singgasananya.
Sebenarnya,
Prameswari sudah dua kali mengandung, tetapi dua kali juga keguguran. Penyebab
Prameswari keguguran karena ulah Dewi Dursilawati yang iri hati kepadanya. Ia
mencampuri racun ke dalam makanan dan minuman Prameswari secara diam-diam. Dewi
Dursilawati melakukan hal itu karena ia menginginkan putra yang lahir dari
rahimnyalah yang akan menggantikan kedudukan Raja Asmawikana kelak.
Pada
suatu sore, ketika Raja Asmawikana sedang duduk termenung di singgasananya,
tiba-tiba muncul perasaan curiga terhadap selirnya Dewi Dursilawati. “Wah,
jangan-jangan Dewi Dursilawati telah mencampurkan racun ke dalam makanan
Prameswari,” pikirnya.
Sejak
itu, Raja Asmawikana selalu memperhatikan kesehatan Prameswari, khususnya dalam
hal makanan. Ketika Prameswari mengandung putranya yang ketiga, ia pun
memerintahkan kepada para dayang-dayang istana agar memeriksa makanan dan
minuman yang akan dihidangkan kepada Prameswari dan mengawasi sang permaisuri
pada saat makan.
“Wahai,
Dayang-dayang! Ingat, jangan biarkan permaisuri Prameswari makan dan minum
tanpa sepengetahuan kalian! Kalian harus mengawasi semua hidangan yang akan
disantapnya!” titah Raja Asmawikana. “Baik, Baginda!” jawab dayang-dayang
tersebut serentak.
Sejak
itu, segala kebutuhan makanan dan minuman Prameswari senantiasa dalam
pengawasan para dayang-dayang istana. Dengan demikian, Dewi Dursilawati tidak
dapat lagi meracuni Prameswari. Namun, selir raja yang licik itu tidak
kehabisan akal. Ia pergi ke seorang nenek dukun untuk meminta bantuan agar
menyihir bayi yang ada di dalam kandungan Prameswari.
“Hai,
Nenek Dukun! Aku ingin meminta bantuanmu! Sihirlah bayi yang ada di dalam
kandungan Prameswari supaya menjadi cacat!” pinta Dewi Dursilawati. Nenek sihir
itu pun bersedia mengabulkan permintaan Dewi Dursilawati. Begitu kandungan
Prameswari berusia sembilan bulan, dukun itu menyihir bayi yang tak berdosa
itu. Tak berapa lama kemudian, Prameswari pun melahirkan seorang anak
laki-laki. Alangkah terkejutnya keluarga istana, terutama Raja Asmawikana,
ketika melihat putranya lahir dalam keadaan cacat, yaitu kepalanya berbentuk
kendhil (panci). Ia dan permaisurinya sangat sedih melihat keadaan putra
mereka. Sang Permaisuri menangis siang dan malam. Meski demikian, mereka tetap
menerima keadaan itu dengan lapang dada. Bayi yang diberi nama Jaka Kendhil itu
mereka rawat dengan penuh kasih sayang.
Namun,
Raja Amawikana tidak ingin putranya cacat seumur hidup. Untuk itu, ia pun
memerintahkan pengawalnya untuk memanggil seorang pertapa yang terkenal sakti
mandraguna untuk melihat keadaan putranya. Pada suatu hari, pertapa itu pun
datang ke istana menghadap kepada Raja Asmawikana.
“Ampun,
Gusti! Apa yang bisa hamba bantu?” tanya pertapa itu sambil memberi hormat.
Raja Asmawikana pun menceritakan perihal keadaan putranya yang lahir dalam
keadaan cacat itu. “Wahai, Pertapa! Apakah kamu mengetahui penyebab penyakit
yang diderita putraku? Apakah penyakitnya masih bisa disembuhkan?” tanya Raja
Asmawikana dengan perasaan haru.
“Ampun,
Gusti! Menurut pengetahuan hamba, putra paduka terkena sihir. Sebaiknya paduka
menitipkan putra paduka kepada seorang nenek yang bernama Mbok Rondho. Ia
tinggal di pinggir sungai di wilayah perbatasan kerajaan paduka. Suatu hari
kelak, putra paduka akan menjadi kesatria setelah menikah dengan seorang putri
raja,” ramal pertapa itu. “Terima kasih atas bantuanmu, Pertapa!” ucap Raja
Asmawikana.
Setelah
mendapat saran dari sang pertapa, Raja Asmawikana segera mengirim utusan untuk
menitipkan putranya kepada Mbok Rondho. Ia juga memerintahkan beberapa
pengawalnya yang lain untuk menangkap dukun yang telah menyihir putranya untuk
dihukum pancung. Namun sayang, dukun itu telah kabur dari rumahnya untuk
menyelamatkan diri. Rupanya, Dewi Dursilawati telah memberitahu perihal
penangkapan itu kepada si dukun.
Sementara
itu di tempat lain, para utusan raja telah tiba di rumah Mbok Rondho untuk
menyerahkan Jaka Kendhil. “Mbok Rondho! Kami adalah utusan Raja Asmawikana.
Kanjeng Gusti memerintahkan kami untuk menitipkan putranya kepada Mbok. Sebagai
ucapan terima kasih, Kanjeng Gusti juga menitipkan emas, intan, dan permata
untuk bekal hidup Mbok bersama Jaka Kendhil,” pesan salah seorang utusan.
Mbok
Rondho pun menerima Jaka Kendhil dengan senang hati. Ia berjanji akan merawat
dan membesarkan Jaka Kendhil dengang penuh kasih sayang. Sejak itu, Jaka
Kendhil berada di bawah asuhan Mbok Rondho. Ketika Jaka Kendhil berumur belasan
tahun, Mbok Rondho sering mengajaknya ke pasar dan ke ladang. Jaka Kendhil adalah
anak yang rajin, baik hati, dan suka membantu orang-orang yang sedang
kesusahan. Tak heran, jika semua orang sayang kepadanya.
Waktu
berjalan begitu cepat. Jaka Kendhil pun tumbuh menjadi pemuda dewasa. Ia pun
semakin rajin membantu ibu angkatnya bekerja di ladang. Ia juga suka membantu
masyarakat di sekitarnya yang membutuhkan tenaganya.
Pada
suatu hari, raja dari negeri seberang dengan rombongannya sedang mengadakan
rekreasi di sungai di dekat Dusun Kasihan tempat tinggal Mbok Rondho dan Jaka
Kendhil. Dalam rombongan tersebut hadir pula permaisuri dan putrinya yang
jelita bernama Putri Ngapunten. Masyarakat Dusun Kasihan pun berbondong-bondong
untuk melihat rombongan raja yang sedang berekreasi tersebut. Tak terkecuali
Jaka Kendhil dan Mbok Rondho.
Saat
pertama kali melihat Putri Ngapunten, Jaka Kendhil pun langsung jatuh hati. Ia
terus menatap wajah putri raja yang cantik nan rupawan itu hingga rombongan
raja tersebut kembali ke negerinya. Bahkan, di sepanjang perjalanan pulang ke
rumahnya, wajah cantik Putri Ngapunten selalu terbayang-bayang di hadapannya.
Jaka Kendhil benar-benar jatuh hati kepada Putri Ngapunten dan berniat untuk
meminangnya. Setibanya di rumah, ia pun menyampaikan niat tersebut kepada ibu
angkatnya. “Bu! Jaka jatuh hati kepada putri raja dari negeri seberang itu.
Bersediakah Ibu melamarnya untukku?” pinta Jaka Kendhil.
Alangkah
terkejutnya Mbok Rondho mendengar permintaan putra angkatnya itu. “Ah, kamu
jangan meminta yang aneh-aneh, Putraku! Mana mungkin Raja Negeri Seberang itu akan
menerima pinanganmu dengan keadaanmu seperti ini. Apalagi dia itu putri raja
satu-satunya. Sebaiknya, kamu urungkan saja niatmu itu, Putraku!” kata Mbok
Rondho menasehati Jaka Kendhil. “Tidak, Bu! Apa salahnya jika Ibu mencobanya
dulu,” desak Jaka Kendhil.
Mulanya,
Mbok Rondho menolak untuk memenuhi permintaan Jaka Kendhil. Namun, karena terus
didesak, akhirnya ia pun bersedia untuk memenuhi permintaan putra kesayangannya
itu. Ia pun segera ke istana untuk menyampaikan niat Jaka Kendhil kepada Raja
Asmawikana. Penguasa Kerajaan Ngambar Arum yang bijak itu pun menyetujuinya.
“Baiklah,
Mbok Rondho! Aku merestui putraku menikah dengan Raja Ngapunten. Tapi, aku
mohon Mbok Rondho yang datang ke Kerajaan Seberang untuk meminang putri raja
itu. Aku akan menyiapkan segala keperluan pinangan ini dan mengutus beberapa
pengawalku untuk mendampingimu ke sana,” pinta Raja Asmawikana.
Mbok
Rondho pun tidak kuasa untuk menolak permintaan Raja Asmawikana. Pada hari yang
telah ditentukan, Mbok Rondo bersama utusan raja pun berangkat ke Kerajaan
Seberang dengan membawa perhiasan emas dan intan permata untuk dipersembahkan
kepada putri raja.
Pada
malam sebelum Mbok Rondho berangkat ke Kerajaan Seberang, Jaka Kendhil berdoa
kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar pinangannya diterima. Berkat doanya tersebut,
Tuhan pun membuka hati Raja Negeri Seberang melalui mimpi. Suatu malam, sang
Raja bermimpi kejatuhan sebuah kendhil. Ajaibnya, ketika kendhil itu diberikan
kepada putrinya, kendhil itu tiba-tiba berubah menjadi seorang kesatria yang
gagah dan tampan. Raja Negeri Seberang pun berharap mimpi tersebut menjadi
kenyataan. Maka, ketika Mbok Rondho bersama utusan Raja Asmawikana datang
meminang putrinya, ia pun langsung menerimanya.
“Pinangan
Jaka Kendhil saya terima. Kembalilah ke negeri kalian untuk menyampaikan berita
gembira ini kepada Raja Asmawikana! Sampaikan kepadanya bahwa pesta pernikahan
Jaka Kendhil dengan putriku akan dilaksanakan pekan depan!” seru Raja Negeri
Seberang. “Baik, Gusti!” ucap Mbok Rondho dengan senang hati. Mbok Rondho
bersama utusan raja pun mohon diri kembali ke istana untuk menemui Raja
Asmawikana. Mendengar berita gembira tersebut, Raja Asmawikana segera
memerintahkan seluruh pengawalnya untuk menyiapkan segala keperluan pesta
pernikahan putranya. Pada hari yang telah ditentukan, pesta pernikahan Jaka
Kendhil dengan Raja Ngapunten pun dilangsungkan dengan meriah di istana Negeri
Seberang. Pesta tersebut dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni dan tari.
Undangan yang hadir pun datang dari berbagai penjuru negeri.
Ketika
Jaka Kendhil dan Raja Ngapunten sedang duduk bersanding di atas pelaminan, para
undangan tiba-tiba menjadi gaduh. Banyak di antara mereka yang menyesali atas
pernikahan tersebut, karena kedua mempelai bukanlah pasangan yang serasi. Raja
Ngapunten adalah seorang putri raja yang cantik nan rupawan, sedangkan Jaka
Kendhil putra raja yang memiliki bentuk kepala yang sangat buruk, yakni
menyerupai kendhil.
Di
tengah kegaduhan tersebut, tiba-tiba terjadi peristiwa ajaib. Jaka Kendhil
tiba-tiba menghilang entah ke mana, sehingga Raja Ngapunten tampak duduk
seorang diri di atas pelaminan. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba seorang
pemuda tampan dan gagah muncul di antara kerumunan undangan, lalu berjalan
menuju ke pelaminan dan duduk di samping Raja Ngapunten. Para undangan
tersentak kaget bercampur rasa senang ketika menyaksikan peristiwa ajaib itu.
Mereka baru menyadari bahwa ternyata Jaka Kendhil adalah seorang putra raja
yang tampan dan gagah. Akhirnya, pesta pernikahan berlanjut dengan suasana
meriah. Para undangan pun merasa senang dan gembira menyaksikan kedua mempelai
pengantin yang duduk di pelaminan. Kini, kedua mempelai tersebut telah menjadi
pasangan yang sangat serasi. Mereka hidup bahagia dan harmonis dalam menjalani
bahtera rumah tangga.
Tidak
lama setelah menikah, Jaka Kendhil dinobatkan menjadi raja untuk menggantikan
ayahandanya yang usianya sudah mulai udzur. Seluruh keluarga istana merasa
sangat bahagia atas penobatan Jaka Kendhil sebagai raja, kecuali Dewi
Dursilawati. Ia merasa dengki dan iri hati, karena belum mendapat seorang putra
yang diharapkannya untuk menjadi raja. Karena perasaan dengki itu, ia berniat
untuk mencelekai istri Jaka Kendhil. Namun, niat busuk itu terlebih diketahui
oleh Raja Asmawikana melalui petunjuk dari sang pertapa, sehingga ia gagal
melaksanakannya. Ia melarikan diri masuk ke dalam hutan, karena takut mendapat
hukuman dari Raja Asmawikana. Pada saat itulah, ia terperosok masuk ke dalam
jurang dan tewas seketika.
Demikian
tadi persembahan cerita Jaka Kendhil dari daerah Jawa Tengah, Indonesia. Cerita
di atas termasuk kategori dongeng yang di dalam terkandung nilai-nilai moral
yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang
terkandung di dalam cerita di atas adalah sifat dengki, yaitu suatu sifat yang
tidak senang atas keberhasilan atau kenikmatan yang diperoleh orang lain dan
berusaha untuk mecelakainya. Sifat dengki ini harus kita jauhi, karena ia
bagaikan racun yang dapat mengubah rasa kasih sayang menjadi kebencian, bahkan
hingga ke pembunuhan sekalipun. Hal ini ditunjukkan oleh sifat Dewi Dursilawati
yang merasa iri dan dengki terhadap Prameswari, sehingga ia selalu berusaha
untuk mencelakai Prameswari dan bayinya.
Hasil Analisis
- Fakta Cerita
1)
Alur.
Alur dalam cerita Joko Kendil adalah alur maju. Dibuktikan dengan cerita yang
diawali dari kehidupan Joko sejak lahor sampai pada akhir ia menjadi sosok yang
rupawan.
2) Tokoh. Tokoh-tokoh yang terdapat pada
cerita Joko Kendil adalah Joko Kendil, Raja Asmawikana, Permaisuri Prameswari, Dewi Dursilawati,
dan Mbok Rondho.
3)
Latar.
Latar cerita ada tiga, yakni:
a.
Latar tempat
Di sebuah kerajaan, bernama Kerajaan Ngambar Arum daerah
Jawa Tengah, Indonesia.
b.
Latar waktu
Pada
zaman dahulu yang tidak diketahui pasti kapan.
c.
Latar suasana.
Menyedihkan
karena dibuktikan dengan penggambaran fisik Joko
Kendil yang tidaklah rupawan yakni kepalanya menyerupai kendil,
adapula suasana gembira ketika akhirnya Joko Kendil menikah dengan pujaan hatinya dan wajahnya berubah
menjadi rupawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar